Pengajian Politik Islam (PPI) adalah pengajian lintas parpol, ormas, madzhab dan aliran. majelis ta'lim siyasah ini mengkaji berbagai tema yang berhubungan dengan Syari'ah bahkan mengkaji kitab dari Kitab Al Ahkam As Sulthaniyah karya Imam Al Mawardi, Ibnu Taimiyah, Buku-buku tentang Syari'ah dll.
awal berdirinya digagas oleh Masjid Agung Al Azhar, Masjid Al Furqan Kramat Raya 45, Perguruan Assyafiiyah dan Pesantren Husnayain. Pembukaan (iftitah) PPI Pusat dilaksanakan pada Ahad, 16 Juni 2013/ 7 Sya'ban 1434 bertempat di Masjid Agung Al Azhar, Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Acara dilaksanakan setelah salat dzuhur hingga menjelang ashar. Di Jawa Barat Pengajian Politik Islam digagas oleh para aktivis Da'wah dari berbagai Organisasi Masa Islam dan Insya Allah akan diluncurkan perdana pada hari Ahad tanggal 20 Juli 2014 di Mesjid Istiqomah.
pengajian politik Islam merupakan sarana silatul ukhuwwah demi persatuan dan kejayaan umat, ulama dan zuama dalam kebersamaan melihat sisi politik sebenarnya dengan kacamata Islam.
Di Jakarta, Pengajian Politik Islam (PPI) sejak diluncurkan di bulan juni 2013 telah di dukung oleh nara sumber yang bertaraf nasional, siapa menduga kalau pengajian yang dipersiapkan hanya dengan modal kemauan telah diisi oleh sederet nama besar seperti Prof DR Din Syamsuddin, DR Hamzah Haz, DR KH Ma'ruf Amin, DR Fuad Amsari, Prof DR Maman Abdurrahman, DR Abdullah Hehamahuwa ,H Mashadi, DR Hidayat Nur Wahid, Habib Rizieq bin Shihab,ustadz Dr. H. Daud Rasyid, MA. Suryadharma Ali, Ketua Umum PAN Hatta Radjasa, ketua Umum PBB H MS Kaban dan K.H. Syuhada Bahri,Suryadharma Ali, Hatta Radjasa, DR. H MS Kaban, Msi dll. Insya Allah selanjutnya akan mengisi di Jawa Barat secara bergiliran.
Di Jakarta, Pengajian Politik Islam (PPI) sejak diluncurkan di bulan juni 2013 telah di dukung oleh nara sumber yang bertaraf nasional, siapa menduga kalau pengajian yang dipersiapkan hanya dengan modal kemauan telah diisi oleh sederet nama besar seperti Prof DR Din Syamsuddin, DR Hamzah Haz, DR KH Ma'ruf Amin, DR Fuad Amsari, Prof DR Maman Abdurrahman, DR Abdullah Hehamahuwa ,H Mashadi, DR Hidayat Nur Wahid, Habib Rizieq bin Shihab,ustadz Dr. H. Daud Rasyid, MA. Suryadharma Ali, Ketua Umum PAN Hatta Radjasa, ketua Umum PBB H MS Kaban dan K.H. Syuhada Bahri,Suryadharma Ali, Hatta Radjasa, DR. H MS Kaban, Msi dll. Insya Allah selanjutnya akan mengisi di Jawa Barat secara bergiliran.
"Pengajian ini diadakan dua pekan sekali merupakan satu-satunya pengajian yang menjanjikan perubahan kepada umat, terutama janji kemenangan politik di setiap event pemilu dan pemilukada dan pilpres sekalipun," kata Kiyai Cholil.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH. Cholil Ridwan menentang dikotomi istilah partai Islam dan partai nasionalis. Menurutnya, seharusnya ditegaskan partai Islam dan partai sekuler, karena jika tokoh Islam dihadapkan dengan nasionalis seolah-olah tokoh Islam tidak nasionalis. Padahal sesungguhnya tokoh-tokoh Islamlah yang paling nasionalis.
"Sebelum merdeka, para pahlawan Islam seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Sultan Hasanuddin, Cut Mutia, Cut Nyak Dien, apa mereka tidak nasionalis? Merekalah yang telah berontak melawan penjajah Belanda yang kufur itu, merekalah yang mengamalkan Hubbul Wathon Minal Iman. Dalam hadits lain dijelaskan, mempertahankan sejengkal tanah negeri muslimin jihad akan dikorbankan di seluruh dunia," kata Kiai Cholil saat menyampaikan sambutan dalam Tabligh Akbar Politik Islam di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (27/5/2015).
Jadi menurutnya, tokoh Islam yang aktif di partai Islam itulah justru yang nasionalis.
"Muhammad Natsir pernah dituduh sebagai pemberontak tapi sekarang beliau pahlawan nasional Indonesia. Kenapa beliau pahlawan? karena jasa beliaulah yang melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan mosi integral yang sangat populer itu. Beliau adalah tokoh partai Islam dari Masyumi yang katanya tidak nasionalis itu, beliaulah yang mempunyai jasa paling besar kepada NKRI," ujar Kiai Cholil.
Namun secara pribadi, pendiri Pengajian Politik Islam (PPI) ini tidak setuju istilah NKRI sudah final.
"NKRI baru semifinal, finalnya NKRI Bersyariah. Finalnya kita sudah mengamalkan ayat Al Maidah (menerapkan syariat Islam secara kaffah), Waman lam yahkum bima anzalallahu faulaika humul kafirun, Barangsiapa yang tidak menjalankan hukum yang diturunkan oleh Allah sebenarnya mereka itu orang-orang kafir walaupun agamanya Islam. Secara ibadah mereka diterima shalatnya, zakatnya, hajinya, umrohnya, Insyaallah dia orang sholeh, secara pribadi dia masuk syurga di akherat nanti. Tapi di dunia bangsa Indonesia disamakan oleh Al Quran dalam Al Maidah sebagai orang-orang kafir, karena hukum yang diberlakukan masih peninggalan Belanda yang sekuler, " tegas Kiai Cholil
"Sebelum merdeka, para pahlawan Islam seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Teuku Umar, Sultan Hasanuddin, Cut Mutia, Cut Nyak Dien, apa mereka tidak nasionalis? Merekalah yang telah berontak melawan penjajah Belanda yang kufur itu, merekalah yang mengamalkan Hubbul Wathon Minal Iman. Dalam hadits lain dijelaskan, mempertahankan sejengkal tanah negeri muslimin jihad akan dikorbankan di seluruh dunia," kata Kiai Cholil saat menyampaikan sambutan dalam Tabligh Akbar Politik Islam di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (27/5/2015).
Jadi menurutnya, tokoh Islam yang aktif di partai Islam itulah justru yang nasionalis.
"Muhammad Natsir pernah dituduh sebagai pemberontak tapi sekarang beliau pahlawan nasional Indonesia. Kenapa beliau pahlawan? karena jasa beliaulah yang melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan mosi integral yang sangat populer itu. Beliau adalah tokoh partai Islam dari Masyumi yang katanya tidak nasionalis itu, beliaulah yang mempunyai jasa paling besar kepada NKRI," ujar Kiai Cholil.
Namun secara pribadi, pendiri Pengajian Politik Islam (PPI) ini tidak setuju istilah NKRI sudah final.
"NKRI baru semifinal, finalnya NKRI Bersyariah. Finalnya kita sudah mengamalkan ayat Al Maidah (menerapkan syariat Islam secara kaffah), Waman lam yahkum bima anzalallahu faulaika humul kafirun, Barangsiapa yang tidak menjalankan hukum yang diturunkan oleh Allah sebenarnya mereka itu orang-orang kafir walaupun agamanya Islam. Secara ibadah mereka diterima shalatnya, zakatnya, hajinya, umrohnya, Insyaallah dia orang sholeh, secara pribadi dia masuk syurga di akherat nanti. Tapi di dunia bangsa Indonesia disamakan oleh Al Quran dalam Al Maidah sebagai orang-orang kafir, karena hukum yang diberlakukan masih peninggalan Belanda yang sekuler, " tegas Kiai Cholil
Diharapkan kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pencerahan politik yang Islami guna mendukung komunitas pengajian nasional lain yang sudah ada dan tetap menjalankan fungsinya sebagai wadah tempat menuntut ilmu keagamaan nonformal .