Masjid seperti bangunan publik lainnya memiliki program dan organisasi ruang yang khusus sesuai fungsinya. Namun pada masjid ada aturan syariah yang berimplikasi pada desain layout ruang masjid.
Masjid merupakan rumah ibadah yang hampir setiap tahun bahkan bulannya muncul di berbagai penjuru kota. Namun terkadang pembangunan masjid tidak disertai perencanaan yang matang dan cenderung dilakukan terburu-buru. Apalagi pembangunan masjid yang cenderung inkremental (bertahap) sering memunculkan perubahan tata ruang yang tiba-tiba. keadaan ini terkadang membuat orang lupa atau lalai dengan penataan ruang dan sirkulasi yang mengikuti aturan syar'i pada sebuah masjid. karena terkadang aturan hijab antara pria dan wanita terkesan kurang diperhatikan.
Hotel dan rumah sakit dibangun dengan standar besaran ruang, organisasi ruang dan tata sirkulasi yang bahkan ketat. Seandainya pengunjung rumah sakit dapat melihat korban kecelakaan berlumur darah menuju ke UGD melewati ruang tunggu tentu menunjukkan penataan ruang rumah sakit tersebut gagal. Begitu juga pada hotel, petugas yang membawa laundry melintasi lobby utama menunjukkan penataan ruang dan sirkulasi hotel tersebut pasti kacau. Kedua contoh di atas menunjukkan organisasi ruang yang salah dapat memunculkan ketidaknyamanan di dalam bangunan. Lalu bagaimana dengan masjid yang notabene adalah tempat ibadah ?. Dalam merencanakan masjid tentu naif sekali jika kita kurang memperhatikan hal-hal detail yang menyangkut tercapainya ketenangan dalam ibadah.
Masjid seperti bangunan publik lainnya memiliki program dan organisasi ruang yang khusus sesuai fungsinya. Namun pada masjid ada aturan syariah yang berimplikasi pada desain layout ruang masjid. Sehingga tata ruang dan sirkulasi masjid tidak sama dengan gedung auditorium meskipun keduanya sama-sama bangunan publik yang menampung aktifitas orang dalam jumlah banyak. Aturan yang berlaku seperti pemisahan ruang ibadah antara pria dengan wanita tentunya secara tidak langsung juga mempengaruhi jalur sirkulasi dan letak pintu masuk yang berbeda antara pengguna laki-laki dan perempuan. Idealnya pemisahan ini tidak hanya dalam hal tempat wudhu saja namun juga sirkulasi pencapaian ketika memasuki area masjid menuju ke tempat wudhu dan kemudian dari tempat wudhu menuju ruang sholat. Ada beberapa contoh masalah sirkulasi dan tata ruang yang biasanya dijumpai di beberapa masjid terkait hal di atas, yaitu : sering dijumpai sirkulasi antara laki-laki dan wanita di area masjid yang masih berbaur. Seperti halnya kasus rumah sakit dan hotel di atas, dalam penataan sirkulasi masjid hal ini juga disebut crossing. Contoh sirkulasi crossing yang terjadi misalnya ; ketika menuju tempat wudhu wanita harus melewati ruang wudhu pria. Keduanya memang sudah dibatasi dinding namun sirkulasi yang disediakan hanya satu jalur sekaligus. Biasanya hal ini terjadi ketika lahan untuk dibangun tempat wudhu sudah mepet sehingga barangkali sirkulasi tempat wudhu menjadi pertimbangan terakhir. Contoh lainnya ; tempat wudhu pria dan wanita mungkin terpisah dalam jarak yang agak jauh namun ketika bergerak menuju ruang sholat sirkulasi keduanya justru bertemu dalam satu jalur. Hal ini cenderung terkesan masjid didesain seperti halnya bangunan auditorium.
Diagram masjid 1. sirkulasi crossing pria dan wanita
Diagram masjid 2. Sirkulasi ideal antara pria dan wanita
Contoh di atas memberi kesan jika tempat wudhu wanita kurang diperhatikan atau dinomor duakan sehingga sewaktu dibangun sirkulasinya mau tidak mau ‘dipaksa’ menyatu dengan sirkulasi pria. Memang frekuensi wanita dalam menggunakan masjid tidak sesering pria dan kalau pun ada jumlahnya tidak terlalu banyak. Namun perencanaan fasilitas hingga pengaturan sirkulasi wanita perlu diantisipasi dalam perencanaan masjid karena pada hari biasa mungkin masalah ini kecil terjadi namun pada waktu seperti ramadhan dan sholat tarawih masalah sirkulasi ini akan sangat terasa. Jalur-jalur sirkulasi antara pria dan wanita idealnya sudah dikhususkan dengan jelas ketika memasuki area masjid dan jika perlu dengan penanda untuk menghindari disorientasi ruang (terutama oleh wanita) begitu juga dengan pembagian tempat wudhu agar tidak terjadi crossing.
Berbicara arsitektur masjid bukan semata permasalahan style atau langgam saja tapi juga bagaimana layout masjid tersebut ‘bekerja’ mengatur pergerakan/sirkulasi pengguna di dalamnya. Kesalahan desain yang menyangkut layout bangunan tanpa disadari justru membuat jamaah ‘terjebak’ dalam kondisi yang tidak seharusnya terjadi oleh aturan syar’i. Dalam hal ini arsitektur berperan menjawab aturan tersebut yakni lewat strategi sirkulasi dan akses. Apalah artinya pembangunan masjid yang bagus namun kurang memperhatikan aturan syar’i sehingga malah membuat tempat ibadah ini kurang sempurna. Desain yang strategik insyaalloh akan berdampak pada kenyamanan dan dan ketenangan hati bagi jamaah pria dan wanita dalam beribadah di masjid.***RisalahMasjid
/sumber : http://arsitekemarinsore.blogspot.co.id/2011/08/implikasi-aturan-syariah-dalam-layout.html
