Naskah Khutbah Idul Fitri : Dengan melaksanakan ibadah shiyam Ramadhan dan berbagai aktivitas ibadah yang menyertainya, serta situasi dan kondisi umat yang kondusif dalam kebersamaan ibadah kepada Allah Swt seperti yang tampak pada ramainya suasana I’tikaf di berbagai masjid pada sepuluh malam terakhir, terasa sekali indahnya dan nikmatnya hidup dalam kesempurnaan ibadah serta kepasrahan secara menyeluruh kepada Allah Swt .
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لاَ
إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ واللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ. الله
أكبر كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً
وَأَصِيلاً، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ
مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وأعزّ جنده وَهَزَمَ
الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ واللهُ أكْبَرُ، الله
أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
الحمد لله الذي سهل لعباده طرق العبادة و
أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهره على الدين كله ولو كره الكافرون. و
اشهد ان لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللَّهُ وحده لاشريك له وأشهد ان محمداً عبده
ورسوله انصح من دعا إلى الله وبشر وأنذر وأفضل من تعبد لله و صلى الله على
سيدنا محمد وعلى اله وصحبه و التابعين لهم باحسان و سلم تسليما.
أما بعد، ايها النَّاسُ اتَّقُوا الله
حق تقاته وقال الله تعالى في كتابه الكريم } أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ
مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ
فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ
بِاللَّهِ الْغَرُورُ {،
Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd
Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah,
Alhamdulillâh, segala puji kita
panjatkan ke hadhirat Allah Swt, Tuhan semesta alam. Dialah Pencipta dan
Penguasa langit dan bumi dan segenap alam raya. Dialah satu-satunya
Dzat yang wajib disembah dan tiada sekutu bagi-Nya. Dia pula yang telah
memberikan anugerah kepada kita petunjuk hidup yang lurus, dîn yang haq,
dan risalah yang adil lagi sempurna, yakni Islam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada baginda Rasulullah Saw, beserta keluarga, para
shahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang berjuang tak kenal lelah untuk
menerapkan dan menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh dunia hingga
akhir zaman.
Marilah kita teguhkan dalam hati kita iman dan taqwa kepada Allah Swt, kita tundukkan diri kita kepada aturan syariat Allah Swt.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ
وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ
هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا
تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ
الْغَرُورُ (33)
Hai manusia, bertakwalah kepada
Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak
tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula)
menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar,
Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan
jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati)
Allah. (QS. Luqman ayat 33).
Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd
Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah,
Semoga seluruh ibadah kita kepada Allah
Swt selama sebulan penuh di bulan Ramadhan meningkatkan kesadaraan kita
akan hubungan kita sebagai hamba dengan Allah Swt Sang Khalik Penguasa
Langit dan Bumi, dan semakin sadar bahwa misi hidup kita di dunia
hanyalah beribadah kepada-Nya. (QS. Adz Dzariyat 56).
Dengan melaksanakan ibadah shiyam
Ramadhan dan berbagai aktivitas ibadah yang menyertainya, serta situasi
dan kondisi umat yang kondusif dalam kebersamaan ibadah kepada Allah Swt
seperti yang tampak pada ramainya suasana I’tikaf di berbagai masjid
pada sepuluh malam terakhir, terasa sekali indahnya dan nikmatnya hidup
dalam kesempurnaan ibadah serta kepasrahan secara menyeluruh kepada
Allah Swt .
Masuk dan larut dalam suasana kehidupan
Islam yang menyeluruh itu tentu akan menjadi lebih indah manakala bisa
kita wujudkan kembali pada hari ini dan seterusnya sekalipun bulan
Ramadhan telah berlalu. Dan inilah yang diperintahkan oleh Allah Swt
agar kita wujudkan sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ
الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman,
masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata
bagimu. (QS. Al Baqarah 208).
Di dalam Tafsir Jalalain ayat tersebut
merupakan teguran atas sikap Abdullah bin Salam dkk mantan Yahudi yang
sudah bersyahadat menyatakan diri masuk Islam yang seharusnya hidup
sesuai Islam secara total. Mereka ditegur karena masih terpengaruh agama
lamanya, masih memuliakan hari Sabtu, membenci onta, dan masih ingin
baca Kitab Taurat. Mereka ditegur, bila sudah muslim maka harus hidup
mengikuti Islam dengan seluruh syariatnya. Masuk Islam itu mutlak, tanpa
syarat.
Jadi ajaran Islam dalam teori dan praktek
itu tidak bisa disyarati oleh siapapun dan dari bangsa manapun pemeluk
Islam itu. Orang Yahudi yang masuk Islam seperti pendeta Abdullah bin
Salam dan kawan-kawannya tidak bisa membuat syarat misalnya saya mau
masuk Islam tapi ya jangan dilarang kalau sedikit-sedikit kebiasaan saya
di masa Yahudi masih saya jalani. Kebiasaan membesarkan hari Sabtu yang
merupakan hari ibadah Yahudi tidak bisa dijadikan syarat sebagai hal
yang harus diakomodir oleh Islam sebagai mantan Yahudi atau sebagai
Islam asal Yahudi. Demikian juga bangsa Jepang tidak bisa mensyaratkan
tradisi minum sake dan menghormat bendera hinomaru sambil membungkuk
agar diakomodir bagi Islam Jepang. Demikian juga tidak bisa mensyaratkan
Jawanisasi langgam Alquran sebagai persyaratan orang Jawa masuk Islam.
Apa yang hari ini sedang dikampanyekan
sebagai Islam Nusantara sungguh patut dipertanyakan. Sebab dulu para
Wali Songo telah berhasil mengislamkan Nusantara, kenapa sekarang ada
gejala menusantarakan Islam? Apalagi dibumbui sentiment anti Arab
sebagai kedok anti Islam. Faktanya Islam tidak pernah diarabkan, yang
pasti Arab diislamkan, walau sebelum Fathu Makkah (tahun 8 H),
orang-orang Arab di bawah pimpinan Quraisy menentang Islam dengan keras
bahkan sampai terjadi Perang Badar (tanggal 17 Ramadhan tahun 2 H),
Perang Uhud (tahun 3 H), Perang Ahzab (tahun 5 H) dan lainnya di masa
baginda Rasulullah Saw. Setelah Fathu Makkah, yakni pembebasan kota
Makkah dari kekuasaan kaum Quraisy, orang-orang Quraisy dan bangsa Arab
berbondong-bondong masuk Islam sebagaimana diabadikan oleh Allah Swt
dalam firman-Nya:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2)
Apabila telah datang pertolongan
Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah (Islam)
dengan berbondong-bondong, (QS. An Nashr 1-2).
Islam yang diajarkan dan dicontohkan
Rasulullah Saw sebagai jalan hidup yang baru bagi bangsa Arab dan ‘Ajam,
yakni seluruh umat manusia, terus berjaya hingga saat Beliau Saw.
wafat telah meliputi seluruh Jazirah Arab dan lima tahun kemudian telah
mampu membebaskan berbagai negeri yang selama ini dijajah oleh dua
imperium yakni Rumawi dan Persia. Ya di masa Khalifah Umar Ibn Khaththab
r.a. pada tahun 15 H, ibukota Persia Madain ditaklukkan oleh pasukan
kaum muslimin di bawah Saad bin Abi Waqash. Pada tahun yang sama pasukan
kaum muslimin berhasil memukul mundul Kaisar Heraclius dan seluruh bala
tentaranya hingga meninggalkan wilayah Syam menuju Konstantinopel.
Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd
Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah,
Pola hidup yang bagaimana yang
dituntunkan oleh Baginda Rasulullah Saw buat kita sehingga kita
terkatagori masuk Islam secara kaffah dan tidak mengikuti
langkah-langkah setan?
Pola hidup yang dibangun oleh Baginda Rasulullah Saw di kota Madinah dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, peradabannya dibangun
di atas kalimat tauhid Lailaha Illallah Muhammadur Rasulullah. Peradaban
Islam mencakup pemahaman-pemahaman hidup yang bersumber dari Alquran
dan As Sunnah, baik tentang pemahaman kehidupan pribadi, bermasyarakat,
maupun bernegara.
Peradaban Islam dalam kehidupan individu
meliputi pandangan-pandangan Islam tentang akidah, ibadah, akhlak, dan
muamalah yang membentuk karakter muslim yang bertaqwa, yang memiliki
aqidah dan pandangan hidup yang kuat tentang kehidupan dunia maupun
kehidupan sesudah mati, yang rajin beribadah mendekatkan diri kepada
Allah Swt, yang senantiasa mensifati diri dengan akhlakul karimah, dan
juga bersifat benar dan jujur serta terpercaya dalam seluruh
muamalahnya.
Peradaban Islam dalam kehidupan
masyarakat meliputi pandangan Islam tentang pola hubungan masyarakat
yang Islami, yang berporos pada kegiatan sholat berjamaah di
masjid-masjid dengan kekompakan dan gotong-royong, serta
tolong-menolong, dan beragam aplikasi ukhuwah Islamiyyah yang dibangun
di atas keimanan di tengah-tengah masyarakat, serta tegaknya amar
makruf nahi mungkar dan diberlakukannya sanksi-sanksi hukum syar’i
secara formal oleh otoritas Negara untuk mengatasi konflik-konflik yang
muncul dalam kehidupan bermasyarakat.
Peradaban Islam dalam kehidupan negara
meliputi pandangan Islam tentang negara dan Imam (amirul mukminin) yang
memiliki tanggung jawab untuk menjaga agama (hirasah ad din) sebagai
system kehidupan dan menjamin kemaslahatan kehidupan masyarakat
(siayasah ad dunya) sehingga pemenuhan kebutuhan masyarakat seperti
sandang, pangan, papan, dan berbagai kebutuhan sekunder dan mewahnya
bisa diurus dengan baik. Dengan demikian tugas negara dalam peradaban
Islam adalah menerapkan kebijakan-kebijakan Islam dalam berbagai aspek
kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dan hukum di
dalam negeri, serta mengemban dakwah dan jihad ke luar negeri untuk
memperkenalkan syariat Islam yang rahmatan lilalamin.
Inilah yang bisa kita fahami kenapa
Rasulullah Saw membangun masjid, membangun pasar, mempersaudarakan kaum
Muhajirin dan Anshar, dan membuat berbagai perjanjian dengan
negara-negara tetangga, termasuk perjanjian yang disebut dengan Piagam
Madinah dimana persengketaan antara pihak yang menandatangani piagam
tersebut diselesaikan menurut hukum Allah dan Rasul-Nya (lihat Sirah
Ibnu Hisyam Juz 3/34).
Kedua, pola kehidupan yang
diterapkan oleh Rasulullah adalah menjadikan halal-haram sebagai tolok
ukur perbuatan. Apa saja yang halal dilakukan,namun apa saja yang haram
ditinggalkan. Rasulullah Saw bersabda: “Yang halal itu jelas dan yang
haram itu jelas…” (Sahih Al Bukhari, Juz I/20).
Ketika larangan khamer (minuman keras)
turun (QS. Al Maidah 90), Rasulullah Saw segera mengumumkan kepada para
sahabat dan mereka serempak langsung menghentikan aktivitas minum
khamer, baik sedang minum maupun sedang mengambilnya. Khamer yang masih
tersimpan pun dibuang ke selokan sehingga kota Madinah pada hari itu
banjir minuman yang sejak hari itu telah diharamkan untuk selamanya.
Rasulullah Saw menyatakan sepuluh orang
yang dilaknat oleh Allah Swt terkait khamer atau minuman keras itu,
yakni antara lain yang membuatnya, yang mengangkutnya, yang membelinya,
yang menjualnya, yang memakan keuntungannya, yang menungkannya dan yang
meminumnya. Oleh karena itu, tidak termasuk dalam pola hidup yang
diajarkan oleh Rasulullah Saw adanya pejabat yang member izin peredaran
minuman keras apalagi membuat toko Miras. Demikian juga tidak ada dalam
pola kehidupan versi Rasulullah Saw adanya ulama yang diam dan
mendiamkan pejabat seperti itu, apalagi malah memuji-muji dan
mendukungnya.
Demikian juga tidak ada dalam pola hidup
versi Rasulullah Saw orang-orang atau lembaga yang senang dengan pola
hidup LGBT (Lesbian Gay Biseksual dan Transgender). Sebab, perkawinan
homo alias perkawinan sejenis, yakni gay dengan gay, lesbian dengan
lesbian, adalah perbuatan kriminal yang dilakukan oleh umat Nabi Luth
a.s. Allah Swt telah mengazab mereka dengan hujan batu dan menyebut
mereka sebagai perilaku kriminal alias pendosa (al mujrimun). Allah Swt berfirman:
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ
Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (QS. Al A’raf ayat 84).
Ketiga, makna kebahagiaan dalam
hidup yang diajarkan oleh Rasulullah Saw adalah manakala dapat melakukan
sesuatu untuk meraih kecintaan dan ridha Allah Swt. Kaum muslim
generasi pertama rajin sekali melaksanakan ibadah-ibadah yang
difardhukan oleh Allah Swt, seperti sholat, puasa, bayar zakat,
berdakwah, dan jihad fi sabilillah sebab Allah berfirman dalam sabda
Rasulullah Saw di dalam hadits Qudsy:
“Tidaklah mendekatkan diri kepada-Ku hamba-Ku yang lebih Kucintai kecuali dengan apa yang Aku wajibkan kepadanya” (HR. Al Bukhari).
Kaum muslimin pada waktu itu juga gemar
sekali membaca Alquran , shalat malam, dan bershodaqoh, lantaran
amal-amal sunnah tersebut mengantarkan kepada kecintaan dan keridhaan
Allah Swt. Mereka berebut dalam mempersembahkan amal sholih kepada Allah
Swt. Suatu kali untuk menyeimbangkan ekonomi masyarakat, Rasulullah Saw
sebagai kepala negara membuat kebijakan membagi harta rampasan (fai’i)
dari kaum Yahudi Bani Nadlir kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada kaum
Anshar kecuali dua orang fakir dari mereka. Ada sahabat Anshar yang
mempersoalkan hal ini. Maka Rasulullah Saw bersabda:
“Bagilah harta kalian kepada
saudara-saudara kalian dari kalangan Muhajirin, baru setelah itu kalian
boleh ikut ambil bagian terhadap harta Bani Nadlir…”
Maka para sahabat Nabi dari kalangan
Anshar itu berkata: “kami akan membagi harta kami kepada saudara-saudara
kami dari kaum Muhajirin dan kami tidak akan meminta bagian dari harta fai’i dari bani Nazhir…”.
Sikap orang-orang Anshar yang lebih
mengutamakan kaum Muhajirin itu adalah karena semata ingin mendapatkan
cinta dan ridlo dari Allah Swt dan Rasul-Nya. Sikap mereka yang
simpatik itu disebut-sebut oleh Allah Swt dalam firman-Nya:
…يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ
وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ
عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ …
mereka (Anshor) 'mencintai' orang
yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang
Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan… (QS. Al Hasyr ayat 9).
Dengan demikian jelaslah bahwa
kebahagiaan bukan karena mendapatkan hasil perolehan materi, tapi
kebahagian justru muncul karena telah melakukan sesuatu yang dicintai
dan diridhai oleh Allah Swt sekalipun tidak mendapatkan keuntungan
materi dan bahkan malah mengeluarkan hartanya.
Allâhu Akbar 3X, WaliLlâhilhamd
Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah,
Akhirnya, mari kita tundukkan diri kita
dengan segala kerendahan hati, sambil menengadahkan tangan kita, untuk
memanjatkan doa ke hadirat Allah Swt, Dzat Yang Maha Kuasa, dan Maha
Perkasa untuk kemenangan perjuangan umat Islam membebaskan diri dari
dominasi sistem kapitalis dunia yang mencengkeram seluruh dunia Islam
termasuk bumi pertiwi ini di masa rezim yang demikian pro neolib ini,
untuk berjuang bersama membangun kehidupan masyarakat, bangsa, dan
Negara ini sesuai dengan pola hidup yang dicontohkan oleh baginda
Rasulullah Saw, yakni membangun peradaban manusia yang seutuhnya dalam
seluruh aspek kehidupan dengan asas aqidah tauhid Laailahaaillallah Muhammadur Rasulullah, menjadikan halal dan haramnya Allah Swt sebagai tolok ukur perbuatan (miqyasul a’maal), dan menjadikan makna kebahagiaan dalam hidup adalah perjuangan mencapai ridlo Allah Swt .
Aquulu qauli hadza wa astaghfirullahal azhiim lii walakum….
Khatib :
KH. Muhammad Al Khaththath
http://www.suara-islam.com/read/index/14842/Khutbah-Idul-Fitri-1436-H--Hidup-dengan-Islam-Versi-Rasulullah-Saw