Kapan dan apa hikmah Isra' Mi'raj? SImak artikel ini
Allah swt berfirman :
سُبۡحَٰنَ ٱلَّذِيٓ أَسۡرَىٰ بِعَبۡدِهِۦ لَيۡلٗا مِّنَ ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡحَرَامِ إِلَى ٱلۡمَسۡجِدِ ٱلۡأَقۡصَا ٱلَّذِي بَٰرَكۡنَا حَوۡلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنۡ ءَايَٰتِنَآۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Isra: 1)
Allah swt mengawali firmanNya dalam Surah Al-Isra ayat satu, dengan kata 'subhaana' yang artinya maha suci. Subhaana merupakan ucapan pemujaan terhadap kemahaan Allah swt yang tiada bandingnya dalam berbagai sifat dan perbuatanNya.
"'Subhaana' adalah tanzih (pensucian) dari kekurangan dan ketidakberdayaan melakukan sesuatu, bahkan di dalam Al-Qur’an kata 'subhaana' dipakai ketika menyebutkan sesuatu yang mempesona, ajaib, luar biasa dan perbuatan itu tidak mungkin dikerjakan oleh siapapun kecuali hanya oleh Allah swt.
Allah swt memperlihatkan kekuasaanNya kepada manusia melalui Nabi Muhammad saw. Rasulullah saw saat itu diperjalankan dari Masjidil Haram di Makah ke Baitul Maqdis di Palestina. Kemudian Rasulullah saw naik ke Shidratul Muntaha dalam waktu satu malam.
Tanpa kekuasaanNya, hal ini tidak mungkin terjadi.
Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa Isra’ Mi’raj termasuk tanda-tanda kebesaran Allah swt yang menunjukkan kebenaran Rasulullah saw dan keagungan kedudukan beliau di sisiNya, juga menujukkan kekuasaan Allah yang Mahaagung dan ketinggianNya di atas semua makhlukNya.
Hikmah Isra Mi’raj
Telah diriwayatkan dari Rasulullah saw secara mutawatir, bahwa beliau naik ke langit, lalu dibukakan baginya pintu-pintu langit sehingga mencapai langit yang ketujuh, kemudian Allah swt berbicara kepadanya dan mewajibkan shalat yang lima waktu kepadanya. Pertama-tama Allah swt mewajibkannya lima puluh kali shalat, namun Rasulullah saw tidak langsung turun ke bumi, tapi beliau kembali kepadaNya dan minta diringankan, sampai akhirnya hanya lima kali saja tapi pahalanya sama dengan lima puluh kali, karena suatu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat.
Pesan utama dari Nabi Muhammad saw tersebut adalah kewajiban melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam.
Shalat yang lima waktu ini sebaiknya dilakukan secara berjamaah dan dipimpin oleh seorang imam. Hal ini merupakan gambaran dari praktik kepemimpinan dalam Islam. Seseorang dijadikan imam shalat untuk diikuti makmum.
Jadi Isra Miraj itu menegaskan kembali tentang perlunya kepemimpinan yang baik dalam Islam. Sebagai contoh, ketika imam shalat melakukan takbir dan ruku’, maka makmum ikut takbir dan ruku’. Saat melaksanakan shalat yang dipimpin seorang imam, makmum tidak boleh melakukan kegiatan lain yang tidak sejalan dengan kegiatan imam. Dengan ketentuan bahwa orang yang dipilih menjadi imam tentu harus yang terbaik akhlak dan bacaannya. Artinya memilih pemimpin harus orang yang terbaik, terpandai, paling jujur, amanah dan memiliki kredibilitas. Sebab seorang pemimpin akan menanggung rakyat, dalam hal ini rakyat sama seperti makmum yang sangat tergantung pada imamnya.
Di dalam Islam, kalau pemimpin/imam melakukan hal yang salah, maka harus membuka peluang untuk dikoreksi oleh makmum. Seperti imam shalat yang salah bacaannya, maka makmum mengkoreksinya dengan ucapan subhanallah, imam harus segera sadar dari kesalahannya.
Tentu Islam mengajarkan mengoreksi pemimpin dengan cara yang baik. Sementara, pemimpinnya harus terbuka dan sadar saat dikoreksi.
Shalat berjamaah juga bisa menguatkan persatuan dan kesatuan. Ketika selesai shalat, jamaah mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri. Itu artinya menyelamatkan dan mendamaikan. Kaum Muslimin di manapun berada harus selalu menebarkan keselamatan dan kedamaian.
Tidak mungkin orang yang suka mengerjakan shalat dengan baik kemudian menyebar fitnah, merugikan orang lain dan melakukan perbuatan tercela lainnya. Sebab orang yang mengerjakan shalat bisa menyelamatkan dan mendamaikan.
Dengan pelaksanaan shalat berjamaah, hal ini ada kaitannya dengan proses edukasi masyarakat dan kepemimpinan bangsa.
Kapan Isra Miraj terjadi?
Tentang kepastian terjadinya malam Isra Mi’raj ini tidak disebutkan dalam hadits-hadits shahih. Tidak ada yang menyebutkan bahwa itu pada bulan Rajab dan tidak pula pada bulan lainnya. Semua yang memastikannya tidak benar berasal dari Nabi Rasulullah saw. Demikian menurut para ahli ilmu. Allah mempunyai hikmah tertentu dengan menjadikan manusia lupa akan kepastian tanggal kejadiannya.
Kendatipun kepastiannya diketahui, kaum muslimin tidak boleh mengkhususkannya dengan suatu ibadah dan tidak boleh merayakannya, karena Nabi Rasulullah saw dan para sahabatnya tidak pernah merayakannya dan tidak pernah mengkhususkannya. Jika perayaannya disyari’atkan, tentu Rasulullah telah menerangkannya kepada umat ini, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Dan jika itu disyari’atkan, tentu sudah diketahui dan dikenal serta dinukilkan dari para sahabat beliau kepada kita, karena mereka senantiasa menyampaikan segala sesuatu dari Nabi saw yang dibutuhkan umat ini, bahkan merekalah orang-orang yang lebih dulu melaksanakan setiap kebaikan jika perayaan malam tersebut disyari’’atkan, tentulah merekalah manusia pertama yang melakukannya.
Rasulullah saw adalah manusia yang paling loyal terhadap sesama manusia, beliau telah menyampaikan risalah dengan sangat jelas dan telah menunaikan amanat dengan sempurna. Seandainya memuliakan malam tersebut dan merayakannya termasuk agama Allah, tentulah nabi tidak melengahkannya. Namun karena kenyataannya tidak demikian, maka diketahui bahwa merayakannya dan memuliakannya sama sekali bukan termasuk ajaran Islam, dan tanpa itu Allah telah menyatakan bahwa dia telah menyempurnakan untuk umat ini agamanya (Al-Maidah: 3), dan telah menyempurnakan nimatnya serta mengingkari orang yang mensyariatkan sesuatu dalam agama ini yang tidak diizinkannya. (Asy-Syura: 21).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ”Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isra’ memiliki keutamaan dari malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah mengkhususkan malam Isra’ untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isra’ tersebut.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)
Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yakni Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rajab (perayaan Isra Miraj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rajab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar dengan Idul Abrar (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)
Ia menjelaskan,
," kata Kiai Zubaidi kepada Republika, Kamis (11/3).
HUKUM MERAYAKAN MALAM ISRA’ MI’RAJ Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du,
Puji dan syukur bagi Allah atas semua nik’matNya. Perayaan Isra’ Mi’raj, Siapa Bilang Tidak Boleh?
Seorang mukmin, saat menemukan kebenaran yang sebelumnya belum pernah ia ketahui, seperti seorang yang menemukan sebuah barang berharga yang hilang, yang ia cari sepanjang siang dan malam. Bagaimana gerangan perasaannya, manakala berhasil menemukan barang tersebut? Tentu senang dan bahagia. Demikian perumpamaan seorang mukmin, manakala ia menemukan kebenaran, yang sebelumnya belum ia ketahui. Sebelumnya ia tidak sadar kalau ternyata selama ini berada pada jalan yang keliru. Lalu ia menemukan kebenaran yang menyadarkannya dari kekeliruan tersebut. Tentu ia akan merasa bahagia dan berlapang dada untuk menerima kebenaran tersebut.
Sebagai seorang mukmin yang telah berikrar bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘ alaihi wasallam adalah utusan Allah, tentu ia akan lebih selektif dalam dalam hal amalan ibadah. Bila ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, maka akan lakukan sebagai bentuk ittiba‘ (mengikuti sunah) kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bila tidak maka ia akan tinggalkan karena Allah. Karena diantara konsekuensi dari syahadat Muhammadur Rasulullah, adalah ittaba’, atau mencontoh beliau dalam beribadah kepada Allah. Allah ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah wahai Muhammad: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imron : 31).
Imam Syafi’i mengatakan,
أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُولِ اللهِ لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
“Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa pun.” (I’laamul Muwaqqi’iin, 2: 282).
Pembaca yang dirahmati Allah, terkait perayaan Isra Mi’raj, ada nasehat indah dari salah seorang ulama di kota Madinah An-Nabawiyyah; Syaikh Sulaiman ar Ruhaili hafizhahullah. Dimana dalam salah satu majelis di masjid Nabawi beliau ditanya terkait masalah ini. Mari simak pemaparan beliau berikut.
Pertanyaan:
Apakah benar peristiwa Isra dan Mi’raj itu terjadi bulan rajab? Lalu bolehkah kita merayakan peristiwa tersebut? Dan menjadikan hari terjadinya sebagai ‘id (perayaan yang dirayakan secara periodik) setiap tahunnya? Dimana pada hari perayaan tersebut, kita saling memberi ucapan selamat dan saling bertukar hadiah?
Jawab:
Tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa peristiwa Isra dan Mi’raj terjadi di bulan Rojab. Benar kita tidak meragukan, bahwa peristiwa Isra dan Mi’raj benar-benar terjadi. Bahkan ini bagian dari perkara agama yang qot’i, tidak boleh seorang muslim meragukannya. Namun kapan peristiwa ini terjadi? Bulan apakah?
Para ulama telah menjelaskan, bahwa tidak ada keterangan riwayat yang menerangkan bulan terjadinya peristiwa Isra Mi’raj. Tidak pula zamannya. Yakni tidak diketahui peristiwa tersebut terjadi pada bulan apa. Tidak pula di sepulah hari dari suatu pulan apapun. Oleh karenanya, para ulama berselisih pendapat dalam masalah penentuan bulan terjadinya Isra dan Mi’raj. Karena disebabkan tidak adanya riwayat shahih yang bisa dijadikan pegangan dalam hal ini.
Maka berangkat dari alasan di atas, tidak boleh kita menjadikan hari ke 27 dari bulan Rojab, sebagai hari Isra dan mi’raj. Dan menetapkan bahwa pada hari itulah terjadi peristiwa Isra Mi’raj. Hari dimana saling memberi ucapan selamat, demi memeriahkan perayaan tersebut. Terkadang pula saling bertukar hadiah.
Pertama, karena memang tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa 27 Rojab adalah hari Isra dan Mi’raj.
Kedua, karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam; dimana beliaulah yang diberi Allah nikmat untuk mengalami peristiwa agung ini, dan beliau adalah hambaNya yang paling banyak bersyukur, yang mendirikan shalat sampai pecah-pecahlah telapak kaki beliau; semoga shalawat serta salam senantiasa tercurahkan untuk beliau, beliau bersabda:
أَفَلَا أَكُوْنُ عَبْدًا شَكُوْرًا
“Tidakkah aku menginginkan untuk menjadi hambaNya yang bersyukur?!”
Semoga shalawat dan salam tercurahkan untuk beliau, namun beliau tidak pernah merayakan malam Isra dan mi’raj tersebut. Beliau juga tidak mengkhususkan malam tersebut dengan shalat tertentu atau mengkhususkan siangnya dengan puasa tertentu. Sementara dalam perkara ini (juga seluruh seluk beluk kehidupan) umat ini dituntut untuk meneladani Nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Demikian pula tidak ada keterangan dari para sahabat -semoga Allah meridhoi mereka-, bahwa mereka merayakan peristiwa Isra dan mi’raj. Tidak pula dari generasi tabi’in, tidak pula dari Imam mazhab yang empat; yang dijadikan rujukan -semoga Allah meridhoi para ulama pendahulu kita, seluruhnya-. Tidak ada keterangan dari mereka semua, bahwa mereka merayakan peristiwa ini. Bahkan meski satu patah katapun tentang perayaan ini.
Selanjutnya, wahai hamba Allah, saat Anda mengetahui, bahwa ternyata tidak ada riwayat tentang hari terjadinya peristiwa ini, tidak pula berkaitan dengan perayaannya pada malam maupun siang harinya, ini menunjukkan bahwa para salafus shalih tidak terlalu perhatian dengan waktu terjadinya peristiwa ini. Ini juga menjadi bukti, bahwa mereka tidak pernah merayakan peristiwa Isra dan Mi’raj (yang diklaim terjadi) pada 27 Rojab ini. Karena andai mereka merayakannya, tentu akan ada riwayat yang menjelaskan mengenai waktu kejadian Isra mi’raj. Dan tentu akan ada penjelasan dari mereka perihal perayaan ini.
Kemudian, sesungguhnya kaidah syariat yang kita sepakati bersama, bahwa agama ini dibangun di atas ittiba‘ (mencontoh Nabi shallallahu’alaihi wasallam). Dan bahwa ibadah itu dibangun di atas dalil (tawqif). Oleh karenanya, tidak selayaknya bagi seorang muslim, untuk melakukan suatu ibadah, kecuali bila ia memiliki cahaya petunjuk dan bimbingan dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam, yang menerangkan kepada mereka tata cara ibadahnya.
Haknya Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam atas kita, adalah kita tidak menyembah Allah kecuali dengan petunjuk yang datang dari beliau shallallahu’alaihi wasallam. Dan setiap amalan ibadah yang dikerjakan, yang tidak ada perintahnya dari Nabi yang mulia ini shallallahu alaihi wa sallam, maka ibadah tersebut tidak diterima di sisi Allâh. Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah mengajarkan kepada kita dan membimbing kita melalui sabdanya
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”
Dan beliau senantiasa mengulang-ulang nasehatnya dalam setiap khutbah beliau;
إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.”
Maka alangkah indahnya bila umat ini menyibukkan diri dengan ibadah-ibadah yang ada tuntutannya. Karena sungguh andai mereka menyibukkan hari-hari mereka dengan ibadah yang ada sunahnya dari Nabi shallallahu’alaihiwasallam, maka sungguh dalam hal tersebut ada pengaruh yang besar di hati kaum mukminin; dalam hal kasih sayang diantara mereka, saling mencintai, persatuan, kemuliaan mereka, pertolongan untuk mereka atas musuh-musuh mereka, dan akan tampaklah wibawa umat di hadapan musuh-musuh mereka.
Namun amat disayangkan, banyak dari hamba-hamba Allah, lebih condong kepada amalan-amalan ibadah yang baru, lalu meninggalkan banyak dari amalan yang ada tuntunannya. Dan kekurangan ini kembali pada kekurangan ulama, dan penuntut ilmu, di negeri-negeri mereka, dalam menjelaskan sunah kepada masyarakat, mengajarkan kebaikan kepada mereka, dan mengajak mereka untuk komitmen terhadap sunnah Nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Wasiatku untuk seluruh kaum muslimin, untuk bersama bertakwa kepada Allah ‘azza wa jalla, mengikuti tuntunan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, melakukan amalan ibadah yang disyariatkan oleh Allah ta’ala, dan kita mendekatkan kepada Allah ‘azza wa jalla dengan ibadah-ibadah yang dituntukan tersebut.”
Demikian yang beliau sampaikan. Rekaman dari tausiyah beliau, bisa anda simak di sini, di menit ke 06.30 sampai selesai.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk istiqomah di atas sunah NabiNya.
Perayaan Isra Miraj 27 Rajab dalam Tinjauan
Setiap kaum muslimin di negeri ini pasti mengetahui bahwa di bulan ini ada suatu moment yang teramat penting yaitu Isra Miraj sehingga banyak di antara kaum muslimin turut serta memeriahkannya.
Namun apakah benar dalam ajaran Islam, perayaan Isra Miraj semacam ini memiliki dasar atau tuntunan? Semoga pembahasan kali ini bisa menjawabnya. Allahumma a’in wa yassir.
Sebelum kita menilai apakah merayakan Isra Miraj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isra’ Mi’raj betul terjadi pada bulan Rajab?
Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isra Miraj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
”Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isra Miraj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)
Ibnu Rajab mengatakan,
”Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih.”
Abu Syamah mengatakan, ”Sebagian orang menceritakan bahwa Isra Miraj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta’dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 274)
Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isra Miraj sendiri masih diperselisihkan, lalu bagaimanakah hukum merayakannya?
Ibnul Haaj mengatakan, ”Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isra Miraj pada tanggal 27 Rajab.” (Al Bida’ Al Hawliyah, 275)
Demikian pembahasan seputar perayaan Isra Miraj yang biasa dimeriahkan di bulan Rajab.
Semoga bisa memberikan pencerahan bagi pembaca sekalian. Hanya Allah yang memberi taufik.